Total Tayangan Halaman

Jumat, 19 Agustus 2011

Seputar Kesalahan Setelah Shalat Fardhu

Beberapa hal biasa dilakukan oleh banyak orang setelah shalat fardhu
(wajib) yang lima waktu, tapi tidak ada contoh dan dalil dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat
Ridhwaanullaah ‘alaihim ajma’iin.

Di antara kesalahan dan bid’ah tersebut ialah :

[1]. Mengusap muka setelah salam [1]
[2]. Berdo’a dan berdzikir secara berjama’ah yang dipimpin oleh imam
shalat.[2]
[3]. Berdzikir dengan bacaan yang tidak ada nash/dalilnya, baik
lafazh maupun bilangannya, atau berdzikir dengan dasar hadits yang
dah’if (lemah) atau maudhu’ (palsu)

Contoh :
[a]. Setelah salam membaca “Alhamdulillah”
[b]. Membaca surat Al-Faatihah setelah salam.
[c]. Membaca beberapa ayat terakhir surat Al-Hasyr dan lainnya.

[4]. Menghitung dzikir dengan memakai biji-bijian tasbih atau yang
serupa dengannya. Tidak ada satupun hadits yang shahih tentang
menghitung dzikir dengan biji-bijian tasbih, bahkan sebagiannya
maudhu’ (palsu) [3] Syaikh Al-Albani Rahimahullah
mengatakan : “Berdzikir dengan biji-bijian tasbih adalah bid’ah” [4]

Syaikh Bakr Abu Zaid mengatakan bahwa berdzikir dengan menggunakan
biji-bijian tasbih menyerupai orang-orang Yahudi, Nasrani, Budha, dan
perbuatan ini adalah bid’ah dhalalah.[5]

Yang disunnahkan dalam berdzikir adalah dengan menggunakan jari-jari tangan kanan.

“Artinya : Dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Aku
melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghitung bacaan
tasbih (dengan hjari-jari) tangan kanannya” [6]

Bahkan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para
sahabat wanita menghitung : Subhanallah, Alhamdulillah, dan
mensucikan Allah dengan jari-jari, karena jari-jari akan ditanya dan
diminta untuk berbicara (pada hari kiamat) [7]

[5]. Berdzikir dengan suara keras dan beramai-ramai
(bersamaan/berjama’ah). Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kiat
berdzikir dengan suara yang tidak keras (Al-A’raaf : 55, 205, Lihat
Tafsir Ibnu Katsir tentang ayat ini)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berdzikir dengan suara
keras sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Muslim dan lain-lain.

Imam Asy-Syafi’i menganjurkan agar imam atau makmum tidak
mengeraskan bacaan dzikir.[8]

[6].Membiasakan/merutinkan do’a setelah shalat fardhu (wajib) dan
mengangkat tangan pada do’a tersebut (perbuatan ini) tidak ada
contohnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[9]

[7]. Saling berjabat tangan sesuai shalat fardhu (bersalam-salaman).
Tidak ada seorangpun dari sahabat atau salafush shalih yang berjabat
tangan (bersalam-salaman) kepada orang disebelah kanan atau kiri,
depan atau belakangnya apbila mereka selesai melaksanakan shalat.
Jika seandainya perbuatan itu baik, maka akan sampai (khabar) kepada
kita, dan ulama akan menukil serta menyampaikannya kepada keita
(riwayat yang shahih). [10]

Para ulama mengatakan : “Perbuatan tersebut adalah bid’ah” [11]

Berjabat tangan adalah dianjurkan, akan tetapi menetapkannya di
setiap selesai shalat fardhu tidak ada contohnya, atau setelah
shalat shubuh dan Ashar, maka perbuatan itu adalah bid’ah. [12]

Wallahu a’lam bish Shawwab

[Disalin dari Kumpulan Do’a dari Al-Qur’an dan As-Sunnah Yang Shahih,
Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i]
_________
Foote Note
[1]. Lihat Silsilah Al-Haadiits Adh-Dhaiifah Wal Maudhuu’ah No. 660 oleh Imam Al-Albani.
[2]. Al-I’tishaam, Imam Asy-Syathibi hal.455-456 tahqiq Syaikh Salim
Al-Hilali, Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa’imah VII/104-105, Fataawa Syaikh
Bin Baaz XI/188-189, As-Sunan Wal Mubtada’aat hal. 70. Perbuatan ini
bid’ah, (Al-Qaulul Mubiin Fii Akhthaa-il Mushalliin hal. 304-305)
[3]. Lihat, Silsilah Al-Haadiits Adh-Dha’iifah Wal Mudhuu’ah no. 83
dan 1002.
[4]. Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dha’iifah I/185
[5]. As-Subhah Taariikhuha wa Hukmuha hal. 101 cet.I Daarul Ashimah
1419H, Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid.
[6]. Hadits shahih, riwayat Abu Dawud no. 1502, dan At-Tirmidzi no. 3486, Shahih Sunan At-Tirmidzi III/146 no. 2714, Shahih Abi Dawud
I/280 no. 1330, Al-Hakim I/547, Al-Baihaqi II/253
[7]. Hadits hasan, riwayat Abu Dawud no. 1501, dan At-Tirmidzi.
Dihasankan oleh Imam An-Nawawi dan Ibnu Hajar Al-Asqalani
[8]. Lihat kitab Fat-hul Baari II/326, dan Al-Qaulul Mubin hal. 305
[9]. Lihat Zaadul Ma’aad I/357 tahqiq Al-Arna’uth, Majmuu Fataawa,
Syaikh bin Baaz XI/167-168
[10]. Tamaamul Kalaam fi Bifd’iyyatil Mushaafahah ba’das Salaam.
DR Muhammad Musa Alu Nashr
[11]. Al-Qaulul Mubiin fii Akhthaa’il Mushalliin hal. 293-294 Syaikh
Masyhur Hasan Salman
[12]. Al-Qaulul Mubiin fii Akhthaa il Mushalliin hal.294-295 dan
Silsilah Al-Haadiits Ash-Shaahiihah I/53

Tidak ada komentar:

Posting Komentar